ACEHTREND.COM,Cotabato- Seperti halnya Gerakan Aceh Merdeka, yang memilih memperjuangkan lagi kemerdekaan Aceh yang dinilai telah digabungkan ke dalam Republik Indonesia secara ‘ilegal’ oleh Daoed Bereueh, sebelum lelaki itu memutuskan melawan pemerintah Indonesia karena pembubaran Provinsi Aceh, tahun 1949 melalui surat: No. 8/Des/WKPM (disahkan 17 Desember 1949; berlaku 1 Januari 1950). Demikian juga Moro Islamic Liberation Front (MILF) yang merasa bahwa wilayah Bangsamoro yang terdiri dari Mindanau, Sulu dan Palawan, dimasukkan secara ilegal ke dalam wilayah Filipina.
Sejak penjajahan Spanyol pada abad ke-16 dan dilanjutkan penjajahan Amerika pada 1898, Bangsamoro mendapat perlakuan tidak adil. Amerika, misalnya, memasukkan wilayah Bangsamoro yang meliputi Mindanau, Sulu, dan Palawan sebagai bagian Filipina tanpa persetujuan Bangsamoro dan itu dianggap pelanggaran hak menentukan nasib sendiri. Belum lagi serangkaian pembantaian yang dilakukan Amerika serta pemerintah Filipina yang menyebabkan ribuan muslim Moro tewas.
Demikian disampaikan Wakil Ketua MILF Ghadzalj Jaafar, seperti dilansir Media Indonesia pada 25 September 2017.
Serangkaian proses perdamaian antara Bangsamoro dan pemerintah Filipina terus dilakukan. Perjanjian damai yang tercapai ialah Perjanjian Tripoli 1976, Perjanjian Damai Final 1996, Kerangka Perjanjian untuk Bangsa Moro 2012, serta Perjanjian Damai Menyeluruh 2014.
Ghadzali menjelaskan kesepakatan damai di Aceh telah menginspirasi MILF. Paling tidak ada dua kesamaan antara cita-cita Bangsamoro dan perdamaian yang telah dicapai di Aceh. Pertama, adanya partai politik. Kedua, adanya undang-undang khusus. Termasuk di dalamnya memberikan kewenangan kepada Bangsamoro untuk menjalankan syariat Islam. Cita – cita tersebut telah tercapai sejak Pemerintah Filipina menerbitkan Undang-Undang Republik No. 11054 atau dikenal sebagai Undang-Undang Organik Bangsamoro atau Bangsamoro Organic Law (BOL).
Pada tahun 2014, MILF mendirikan partai lokal yang diberi nama United Bangsamoro Justice Party. Partai UBJP ini dipimpin langsung oleh pemimpin tertinggi MILF, Al Haj Murad Ibrahim. Pada tahun 2018, parlok tersebut berhasil mengampanyekan referendum pembentukan daerah otonomi Bangsamoro.
Dilansir oleh Liputan6.com, pemungutan suara referendum digelar pada Senin 21 Januari 2019 dan berakhir sore hari yang sama. Sedangkan penghitungan suara referendum rampung pada Jumat 25 Januari 2019.
Komisi Pemilihan Filipina secara resmi mengumumkan hasil referendum itu kemarin, Sabtu 26 Januari 2019, yang menyatakan sebanyak 85 persen pemilih menjawab ‘Ya’ untuk pembentukan wilayah otonomi, demikian seperti dikutip dari The Jerusalem Post, Minggu (27/1/2019).
Dengan begitu, Wilayah Otonomi Bangsamoro di Muslim Mindanao (BARMM) praktis akan menggantikan Wilayah Otonomi di Muslim Mindanao (ARMM) yang ada sebelumnya.
Wilayah itu meliputi kawasan Provinsi Basilan, Lanao del Sur, Maguindanao, Sulu, dan Tawi-tawi serta Kota Marawi dan Lamitan. Berdasarkan undang-undang yang diratifikasi, wilayah itu akan diperluas ke Cotabato City serta Provinsi Lanao del Norte dan Cotabato. Pimpinan MILF Al Haj Murad Ibrahim ditunjuk sebagai Gubernur Regional Wilayah Otonomi Bangsamoro.
Komisi Pemilihan Filipina juga mengumumkan ratifikasi Undang-Undang Bangsamoro Organic Law yang ditandatangani Presiden Rodrigo Duterte pada Juli 2018 untuk mengakhiri konflik.
Ada hal menarik melihat persoalan bendera Bangsamoro yang dikibarkan pada Senin (18/1/2021) di Cotabato. Bendera tersebut berbeda dengan miliknya MILF. Pihak MILF dan UBJP, walau dapat saja memaksa bendera perjuangan mereka dipakai untul bendera wilayah otonomi Bangsamoro, tapi para pejuang yang telah bertransformasi ke dalam partai lokal, memiliki pandangan luas.
Entitas Bangsamoro tidak hanya diisi oleh MILF. Banyak kelompok lain, termasuk keyakinan lain di luar Islam. MILF menempatkan diri sebagai leader dalam memperjuangkan kepentingan besar Bangsamoro. Lahirnya bendera Bangsamoro yang berbeda dwngan bendera MILF, merupakan cara MILF menjaga persatuan Bangsamoro.
“Inilah cara kami menjaga kepentingan bersama Bangsamoro. Perjuangan ini harus dapat memenangkan semua pihak. Kami hanya me-lead– kan saja agar tetap fokus,” terang MILF, kepada sumber aceHTrend di Filipina.
Baca juga: Jalan Tengah untuk Bendera Aceh