ACEHTREND.COM,Paris- Sejumlah orang yang terdampak Islamophobia di Prancis, berkumpul di Trocadero Square, Paris, Minggu (14/2/2021). Mereka menuntut agar Pemerintah Prancis membatalkan RUU yang mendiskriminasi Muslim di sana. Draft UU tersebut dijuluki Charter of Republican Values.
Dikutip dari Anadolu Agency, Hanane Loukili, salah satu pengunjuk rasa, mengatakan bahwa dia adalah salah satu korban Islamofobia di Prancis.
Dia mengatakan sekolah yang dia kelola ditutup November 2020 dengan alasan tidak memenuhi standar keamanan.
Keltouma, yang hanya menyebutkan nama depannya, mengatakan sekolah yang ditutup itu inklusif (terbuka-red). Penutupan menyebabkan para siswa di sekolah itu dirampas hak dasar pendidikan. Dia mengatakan sekolah yang mereka kelola adalah tempat aman bagi anak perempuan yang ingin berbusana sesuai keyakinan agamanya.
Olivia Zemor, kepala EuroPalestine, sebuah asosiasi pro-Palestina, mengatakan undang-undang yang diusulkan membuka jalan bagi situasi yang lebih berbahaya karena berpotensi menempatkan kebebasan warga negara di bawah pengawasan dan kendali pemerintah.
RUU tersebut serupa dengan kebijakan negara Israel di Palestina.
Zemor mengatakan Prancis sedang mengalami krisis sosial dan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan Muslim dipilih sebagai kambing hitam.
Tahun lalu, RUU itu diperkenalkan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk melawan apa yang disebut “separatisme Islam”.
RUU ini dikritik karena menargetkan komunitas Muslim dan memberlakukan pembatasan di hampir setiap aspek kehidupan mereka.
Draft UU mengatur campur tangan pemerintah di masjid dan asosiasi yang bertanggung jawab atas administrasi masjid, serta mengontrol keuangan asosiasi dan organisasi non-pemerintah milik Muslim.
“Ini juga membatasi pilihan pendidikan komunitas Muslim dengan mencegah keluarga memberikan pendidikan di rumah kepada anak-anak.”
RUU itu juga melarang pasien memilih dokter berdasarkan jenis kelamin, karena alasan agama atau alasan lain dan mewajibkan “pendidikan sekularisme” bagi semua pejabat publik.
Editor: Muhajir Juli