Oleh Fauzan Hidayat*
Kita sepakat bahwa penyelenggaraan pemerintahan bukan hanya berkutat pada ruang lingkup menjalankan rutinitas dengan mengelola anggaran pendapatan dan belanja saja.
Mesti ada upaya bagaimana kesejahteraan yang diimpi-impikan oleh masyarakat benar-benar dapat diwujudkan dengan ide-ide yang konstruktif dan cara-cara yang cerdas untuk membangun bangsa.
Memaksimalkan potensi sumber daya alam yang dimiliki tentu menjadi hal yang sangat fundamental dalam upaya membangun daerah.
Selama ini, pemda sering mengandalkan kemampuan sumber daya yang sangat terbatas untuk mengelola itu, baik dari sisi keuangan (hanya mengandalkan bantuan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat) maupun sumber daya lokal (mengandalkan SDM setempat dengan tanpa memberikan bekal pengetahuan yang memadai).
Padahal, perlu upaya kerjasama yang mesti dijalin dengan berbagai pihak baik dengan sesama pemerintah daerah, pihak ketiga maupun lembaga atau pemda di luar negeri (Pasal 363 UU 23/2014).
Di antara cara-cara cerdas tersebut adalah dengan menggaet investor. Potensi sumber daya alam seperti pertanian, perkebunan, kelautan, perikanan dan semisalnya merupakan anugerah yang semestinya dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pengambil kebijakan setempat.
Sebut saja misalnya potensi alam seperti wisata bahari yang dimiliki oleh salah satu Kabupaten terjauh dari Ibukota Provinsi Aceh, yaitu Aceh Singkil. Tentu, sumber daya keuangan daerah dan SDM yang ada belum mampu memaksimalkan potensi alam yang sangat eksotik di pulau nan indah itu. Wajar saja segala upaya dilakukan oleh pemerintah setempat untuk mendatangkan investor agar menanamkan modalnya dalam rangka investasi sektor pariwisata di Kepulauan tersebut.
Investasi sektor pariwisata diharapkan dapat membawa eksternalitas positif bagi kemajuan ekonomi masyarakat di wilayah yang sempat bertenggerkan status tertinggal selama lima tahun itu (Perpres No 131/2015).
Sejak Oktober hingga Desember 2020 lalu, Kepulauan Banyak sempat menjadi topik paling trend di media massa perihal rencana investasi Uni Emirat Arab (UEA) senilai Rp5 triliun. Harapan besar pemerintah dan masyarakat setempat begitu tinggi terhadap realisasi investasi itu.
Berbagai tahapan pun dilakukan menuju realisasi investasi. Mulai dari survey lokasi oleh tim teknis yang dikoordinir oleh pemerintah provinsi dan didukung oleh Pemerintah kabupaten Aceh Singkil di bawah arahan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia.
Investor UEA pun melakukan kunjungan ke Kepulauan Banyak pada tanggal 21-22 Desember 2020. Melihat dan mengunjungi langsung pulau-pulau yang sangat menawan dan potensial untuk dikembangkan serta layak untuk investasi. Sang investor menyatakan bahwa ia tertarik berinvestasi di Kepulauan Banyak dan berjanji akan menurunkan tim teknis sebagai bentuk tindaklanjut rencana investasi (disbudpar.acehprov.go.id, Edisi 22/12/20).
Namun, berselang dua pekan setelah kunjungan itu. Sang investor pun dengan berat hati menyampaikan penangguhan realisasi investasi di Kepulauan Banyak sebab infrastruktur pendukung yang belum memadai. Investasi dalam wujud pembangunan resort mewah dengan persiapan dana triliunan itu pun dialihkan ke Pulau Sabang yang masih dalam wilayah Provinsi Aceh.
Pandangan Multipespektif
Jika melihat fenomena yang demikian dari kacamata seorang warga negara secara objektif, mungkin kita tidak punya komentar banyak terhadap pengalihan investasi itu. Hal yang terpenting adalah rencana penanaman modal asing tersebut tetap terlaksana dalam kerangka wilayah NKRI, toh masyarakat kita juga yang akan menerima manfaat jangka panjang dengan adanya investasi itu.
Akan tetapi, bagaimana jika kita adalah bagian dari masyarakat dan/atau pengambil kebijakan di wilayah Kepulauan Banyak (Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil)? Bukankah berita pengalihan investasi ini bak sambaran petir yang memekakkan telinga dan mengejutkan jantung?
Harapan besar terhadap realisasi investasi serta merta pupus. Jika kita tidak bisa berfikir dengan jernih dan memastikan setiap sikap yang diambil sesuai kode etik yang berlaku; maka tentu akan timbul berbagai spekulasi terhadap pengalihan investasi ini yang justru akan merugikan kita sendiri.
Oleh karenanya, menjadi pelajaran penting bagi seluruh pemangku kepentingan di level pemerintah daerah dalam mewujdkan perubahan yang berarti bagi kesejahteraan masyarakat dengan hadirnya investasi; agar memperhatikan tiga hal yang mesti dipersiapkan jauh hari sebelum berencana mendatangkan investor yaitu : Lahan yang clear and clean, infrastruktur yang Memadai dan Kemudahan perizinan.
Apa yang Pemda Mesti Lakukan?
1. Lahan yang clear and clean
Urusan akuisisi lahan yang clear and clean (CnC) atau bersih tanpa masalah ini merupakan pekerjaan yang cukup menantang. Karena memang hampir “tiada tanah yang tak bertuan” sehingga proses pengalihan hak lahan yang akan menjadi lokasi investasi merupakan tantangan bagi pemerintah daerah.
Dikatakan tantangan sebab pemerintah dalam hal mengupayakan akuisisi lahan yang clear and clean tersebut mesti dilakukan dengan cara-cara persuasif dan dengan metode yang humanis. Di sinilah akan terlihat sejauhmana kedekatan pemerintah dengan rakyatnya. Bukankah dibentuknya levelisasi pemerintahan ini adalah untuk mempermudah pemerintah dalam mengurus rakyatnya? (Pasal 2 UU 23/2014).
Pemda mesti melakukan inventarisasi sumber daya potensial yang ada di wilayahnya kemudian memastikan bahwa sumber daya tersebut dapat dikelola melalui kerjasama di berbagai bidang baik melalui pola penanaman modal asing maupun dengan pola public private partnership diatur dalam Permen PPN 4/2015.
Adapun hal yang sangat penting untuk dipastikan sebelum itu adalah status lahan yang clear and clean. Bisa dengan membangun komunikasi dengan masyarakat pemilik tanah melalui pola pinjam pakai lahan atau dapat pula dengan menerapkan pola pengadaan tanah (UU No 2/2012). Hal yang demikian dilakukan guna memastikan persoalan lahan calon investasi telah selesai dan siap untuk dimanfaatkan.
2. Infrastruktur yang Memadai
Infrastruktur yang dimaksudkan di sini adalah aksesibilitas yang mendukung investasi berupa bandara dan pelabuhan yang representatif, kondisi fisik jalan raya yang memadai, jaringan listrik dan internet yang baik serta sumber air yang cukup.
Baiknya infrastruktur suatu wilayah tentu tidak hanya berdampak positif pada kemudahan aksesibilitas masuknya investasi. Namun, masyarakat setempat juga sangat dimudahkan dalam mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara mulai dari terciptanya keadilan, mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesenjangan antar wilayah, serta mengurangi tingginya harga di masing-masing wilayah.
Pembangunan infrastuktur juga dimaksudkan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional, menyejahterakan masyarakat, dan meningkatkan daya saing Indonesia dalam persaingan global (Konsideran Perpres 38 / 2015). Dengan demikian, infrastuktur yang memadai merupakan hal yang sangat fundamental dalam mendukung pelaksanaan pembangunan di suatu wilayah, terlebih pembangunan tersebut diperoleh melalui kehadiran investor dalam rangka percepatan pembangunan yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat.
3. Kemudahan Perizinan
Upaya pemerintah dalam memajukan perekonomian bangsa kiranya dapat dilihat dari kacamata positif. Sebut saja Undang-Undang Cipta Kerja/Omnibus Law, di antara substansi UU ini adalah kemudahan prosedur investasi. Penanaman Modal Asing (PMA) dengan jumlah besar tidak lagi menemui kendala adminstrasi, segala proses perizinan dipermudah. Hanya saja, apabila terdapat pelanggaran aturan yang berlaku akan menerima sanksi pencabutan izin dan penindakan secara hukum (UU 11/2020).
Secara level pemerintahan, ini adalah tugas Pemerintah pusat yang tuntas secara regulasi. Lalu, bagaimana dengan pemerintah daerah?
Di antara prasyarat yang mesti dipenuhi oleh seorang investor dalam menanamkan modalnya di suatu wilayah adalah kesesuaian dengan lingkungan. Karena lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak setiap individu yang dijamin oleh negara (UU 32/2009). Hampir semua bentuk investasi selalu bersentuhan dengan lingkungan. Oleh karenanya, kepastian terhadap dampak lingkungan yang ramah terhadap masyarakat mesti dilakukan sebagai wujud pertanggungjawaban terhadap amanat undang-undang.
Bukti dari pada kesesuaian dengan lingkungan tersebut adalah dokumen kajian analisis dampak lingkungan (AMDAL). Amdal disusun apabila perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya (PP 27/2012). Dalam setiap tahapan penyusunan amdal, partisipasi dan keterlibatan masyarakat sangat dibutuhkan baik dari tahap penapisan, pelingkupan, penyusunan ANDAL, RKL-RPL maupun keputusan kelayakan ANDAL.
Meski penyusunan amdal ini merupakan tugas Dinas Lingkungan Hidup provinsi, pemerintah kabupaten/kota juga memiliki peranan yang cukup penting khususnya dalam memfasilitasi masyarakat dalam konsultasi publik selama proses tahapan penyusunan Amdal dilakukan. Antusiasme pemkab/pemko dalam menjembatani tim teknis penyusunan amdal dalam melakukan kajian juga sangat berarti. Ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian pemda dalam proses kelancaran administrasi perizinan guna menyambut kehadiran investasi.
Dengan demikian, investasi dapat disebut sebagai jalan pintas menuju percepatan pembangunan nasional. Secara sederhana, merujuk pada rencana investasi UEA yang berjumlah Rp5 triliun itu jika dikalkulasikan sebanding dengan lima tahun APBD Kabupaten Aceh Singkil. Untuk membangun wilayah seluas 1.858.000 hektar itu butuh dana satu trilun setiap tahunnya. Sementara, UEA menanamkan modal trilunan itu untuk membangun industri pariwisata hanya membutuhkan wilayah yang luasnya tidak lebih dari 30 hektar.
Industri pariwisata yang diharapkan dapat memberikan multyplier effect terhadap pembangunan bangsa khususnya di wilayah selevel kabupaten/kota tersebut kiranya dapat terealisasi. Harapan yang besar itu pula hendaknya dibarengi dengan kesiapan daerah dalam bentuk insentif dalam tiga hal untuk menyambut kedatangan investasi, yaitu : akuisisi lahan, infrastruktur dan Perizinan.
Penulis adalah Fauzan Hidayat, S.STP., MPA. Domisili : Aceh Singkil, Aceh ASN Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.