• Tentang kami
  • Redaksi
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
aceHTrend.com
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil

Aceh & Hikayat Som Gasien, Peuleumah Hebat

Redaksi aceHTrendRedaksi aceHTrend
Senin, 22/02/2021 - 17:41 WIB
di OPINI, Artikel
A A
aceHTrend.com
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Muhajir Al-Fairusy*

Setelah perang yang tak kunjung henti, dan tsunami tiba yang selalu dijadikan garis menghitung tempo zaman oleh manusia Aceh, tak ada yang dapat dibanggakan dari negeri Otsus ini selain mie aceh dan kopi. Meskipun ada wacana Syariat Islam dan kenangan konflik, itupun dirampas oleh para politisi mendongkrak elektabilitas, dan para peneliti sosial serta akademisi dalam dan luar Aceh, sekadar dipublikasi dalam bentuk karya ilmiah guna menunjang prestasi akademik. Pada saat bersamaan, sabu-sabu dari data dan cerita hilir mudik masuk ke kampung-kampung, belum lagi fenomena chipisasi yang kian horor menghantui. Fatwa MPU, tempat perkumpulan para ulama melarang chip, dipecundangi.

Ajang MTQ yang diharap mampu mendongkrak marwah Aceh mengingat tersimpan aura Syaria Islam di sana, juga kian sering kandas. Tak henti-hentinya “ujian” bagi negeri yang pernah menaklukkan Malaka pada abad ke-16 M, kini Aceh distigma sebagai provinsi termiskin di Kepulauan Sumatera. Kawasan yang dulunya hampir sebagian besar dikuasai dan ditaklukkan Aceh dalam menyebar agama dan mengamankan kekuasaannya. Seperti yang diungkapkan guru besar Anthropologi UGM, hari ini kemashuran Aceh sebagai pusat perdaban Islam dan pendidikan telah menjadi dongeng, Aceh menduduki provinsi papan bawah dari 35 Provinsi di Indonesia.

Guna mengobati “kurap” yang kini menggorogoti hampir seluruh sendi kehidupan Aceh di tengah limpahan dana otsus yang mencapai 8 triliun saban tahun, para penguasa tak kehilangan cara, mereka mengoles obat gatal, seperti dengan menempel tulisan Aceh Hebat di badan-badan armada kapal laut. Strategi ini seperti sihir yang kerap dipakai tukang obat kaki lima. Memang, tidak sembuh, tapi setidaknya menjadi pereda gatal yang kian akut dengan munculnya jenis “kurap baru” bernama kemiskinan. Tak berhenti di situ, mereka juga menuduh rokok yang pernah dijadikan simbol perlawanan dulu saat konflik dengan adigium “sibak rukok teuk” sebagai pemicu kemiskinan. Sontak para perokok kalang kabut mendapat sorotan ini. Bingung, otsus melimpah, tembakau kena getah.

BACAAN LAINNYA

Kepala Dinas Kebudayaan dan Parawisata/FOTO/DisbudparJamaluddin, SE Ak

Asyik, Terapkan Prokes Ketat Disbudpar Aceh Gelar Festival Kopi Kutaraja

27/02/2021 - 18:52 WIB
Sufri alias Boing (kiri) saat melaporkan pengeroyokan terhadap dirinya, Kamis (25/2/2021). Foto/Ist.

Pidato Rusyidi Keluar Jalur, Munawar Memukul Meja, Boing Dikeroyok di depan Ketua DPRK Bireuen

26/02/2021 - 16:33 WIB
Salah satu rumah dosen di Kopelma Darussalam, Sektor Selatan, yang telah difungsikan sebagai kos-kosan. Foto/acehtrend.com/Muhajir Juli.

Balada Rumah Dinas Dosen, dan Rencana Pembangunan Kampus USK

26/02/2021 - 08:44 WIB
Ilustrasi potret kemiskinan Aceh/FOTO/Hasan Basri M.Nur/aceHTrend.

APBA 2021 Tidak Fokus Pada Pengentasan Kemiskinan?

26/02/2021 - 07:32 WIB

Kemiskinan Aceh dan Krisis Identitas

Ada ragam respon terhadap data statistik yang menjadikan Aceh termiskin. Pertama, kelompok yang menganggap Pemerintah Aceh telah gagal mengurus Aceh. Secara satir berbagai kritik dilontarkan, termasuk mengirim papan bunga sebagai ucapan prestasi termiskin se-Sumatera. Kehadiran kelompok ini setidaknya telah membantu mengasah nalar dan membuat publik Aceh dapat “tertawa” karena gaya humoris yang disajikan menghadapi grab dan jok stigma Aceh termiskin.

Kelompok kedua, mereka yang apatis. Tak peduli Aceh distigma miskin dan lebeling lainnya. Selama secangkir kopi masih bisa diseruput dan wifi muncul di pojok kanan android, selama itu kemiskinan Aceh versi angka-angka statistik bukanlah ancaman. Toh, meskipun dituduh miskin pun selama tak menyinggung identitas agama, warung kopi tetap sesak dan tak ada tuna wisma di Aceh yang kerap dijadikan alasan pertahanan diri.

Kelompok ketiga, mereka dalam lingkaran kekuasaan yang menolak stigma dan labeling Aceh miskin dengan segudang narasi anti-thesis. Wajar, mengingat kelompok ketiga ini gerbong yang berada paling depan menjawab segala stigma yang muncul di Aceh hari ini. Alih-alih mengakui salah asuh, justru konstestasi argumen dan pembelaan terhadap tuduhan Aceh miskin yang kerap mewarnai media.
Kelompok keempat, para ilmuwan yang hanya menjadikan tema kemiskinan sebagai wacana dan peristiwa sosial, lalu melalui proyek riset mulai menyelam menggali penyebab mengapa Aceh miskin. Namun, temuan-temuan penelitian adakalanya hanya bertengger di lembaran publikasi, lebih parah jika hanya sekadar pendongkrak kum dan disajikan dalam bahasa asing, yang membuat publik Aceh sebagian besar sulit menguasai bahasa asing kian bingung, apa temuan tersebut. Istilah populernya data yang disajikan untuk sekadar mendapat indeks publikasi.

Kelompok kelima, mereka yang hanya pasrah karena pengaruh teologi. Lalu menaknai kemiskinan sebagai bagian takdir, dan mengatasinya dengan penyelenggaraan ritual tertentu. Alih-alih memanfaatkan agama sebagai spiritual dan kecerdasan lokal melawan kemiskinan, justru terjebak pada kepasrahan.

Sebagai penutup catatan ringan ini, sekaligus cemeti bagi penulis sendiri dan segenap manusia Aceh, saya kembali membongkar catatan penting yang diungkapkan oleh Irwan Abdullah (guru besar antrhopologi UGM), bahwa perkembangan Aceh memperlihatkan disrupsi besar, ada ancaman terhadap peradaban Aceh dan berpotensi hilangnya identitas agama dalam tatanan kehidupan di Aceh. Peran yang terlalu lama telah melahirkan gaya hidup pragmatis dalam masyarakat Aceh yang kerap mensubordinatkan etika dan moral.

Fenomena ini telah melumpuhkan fondasi ekonomi karena identitas Aceh sesungguhnya mengalami krisis. Apalagi, kemunduran ekonomi di Aceh juga diakibatkan oleh ketidakmampuan Aceh bertransformasi terutama dari sektor pendidikan. Sebagaimana disebut Irwan Abdullah, hari ini pendidikan di Aceh justru menjadi pelayan kekuasaan dengan mengabaikan filosofi pendidikan sebagai emansipasi dan kreasi. Share of knowledge berbasis kearifan lokal (agama dan budaya) hampir tak terjadi, justru yang muncul adalah objek indoktrinisasi bagi kepentingan kekuasaan. Gaung pendidikan seperti masa Abdurrauf dan Ar-Raniry sebagai bentuk kecerdasan lokal terabaikan dan terkooptasi dalam ranah ekonomi-politik (Irwan Abdullah, 2018).

*)Penulis adalah antropolog.

Tag: #HeadlineAceh hebatAceh termiskin
ShareTweetPinKirim
Sebelumnya

Animo Masyarakat Abdya Melakukan Perekaman E-KTP Meningkat 

Selanjutnya

20 Calon Sineas Muda Akan Ikuti Basic Training Aceh Documentary Junior

BACAAN LAINNYA

Marthunis M.A.
OPINI

Anggaran, Kemiskinan, dan Investasi Pendidikan Aceh

Kamis, 25/02/2021 - 12:26 WIB
Ilustrasi/Foto/Istimewa.
Artikel

Carut Marut Tender Di Aceh

Rabu, 24/02/2021 - 13:10 WIB
Dwi Wulandary
OPINI

Melek Teknologi dengan Mengenali Vektor Versus Raster

Senin, 22/02/2021 - 08:38 WIB
Ilustrasi Kemiskinan/FOTO/Media Indonesia.
Artikel

Aceh Tidak Miskin, Aceh Dimiskinkan!

Minggu, 21/02/2021 - 20:01 WIB
Muhajir Juli
Jambo Muhajir

Rokok Rakyat dan Cerutu Pejabat

Sabtu, 20/02/2021 - 16:57 WIB
Ilustrasi: FOTO/Jawapos.
Artikel

Gurita Korupsi Di Aceh, Siapa Peduli?

Jumat, 19/02/2021 - 12:18 WIB
Saiful Akmal
OPINI

Aceh Meutimphan: antara Kemiskinan dan Politik Peu Maop Gop

Jumat, 19/02/2021 - 09:37 WIB
Fauzan Hidayat.
OPINI

Mengapa UEA Alih Investasi dari Singkil ke Sabang?

Kamis, 18/02/2021 - 16:31 WIB
Boy Abdaz. [Ist]
Artikel

Aceh Miskin, Rakyat juga yang Salah

Kamis, 18/02/2021 - 08:47 WIB
Lihat Lainnya
Selanjutnya
aceHTrend.com

20 Calon Sineas Muda Akan Ikuti Basic Training Aceh Documentary Junior

Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
  • Sufri alias Boing (kiri) saat melaporkan pengeroyokan terhadap dirinya, Kamis (25/2/2021). Foto/Ist.

    Pidato Rusyidi Keluar Jalur, Munawar Memukul Meja, Boing Dikeroyok di depan Ketua DPRK Bireuen

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bermaksud Bertamu, M. Ali Temukan Adiknya Telah Menjadi Mayat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dek Gam Dukung Langkah Mahfud MD Usut Dugaan Penyalahgunaan Dana Otsus Aceh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pemuda Langsa Ini Olah Sabut Kelapa Jadi Kerajinan Bernilai Rupiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Anggaran, Kemiskinan, dan Investasi Pendidikan Aceh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Ikatan Guru Indonesia

UPDATE TERBARU

Rapat kerja PRP PMRI Universitas Syiah Kuala @ist
BERITA

Pendekatan PMR Atasi Kesulitan Siswa Belajar Matematika

Ihan Nurdin
27/02/2021

Bupati Akmal Ibrahim beberapa waktu lalu saat menggelar pertemuan dengan seluruh ormas Islam di Masjid Agung Baitul Ghafur Abdya terkait wacana pembagian bekas lahan HGU PT CA. (aceHTrend/Masrian Mizani)
BERITA

Ormas Islam Tagih Janji Bupati Abdya Bagikan Bekas Lahan PT CA

Masrian Mizani
27/02/2021

Nazaruddin Dek Gam @ist
BERITA

Dek Gam Dukung Langkah Mahfud MD Usut Dugaan Penyalahgunaan Dana Otsus Aceh

Redaksi aceHTrend
27/02/2021

aceHTrend.com
Daerah

Bermaksud Bertamu, M. Ali Temukan Adiknya Telah Menjadi Mayat

Syafrizal
27/02/2021

  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak kami
  • Kebijakan Privasi
  • Sitemap
Aplikasi Android aceHTrend

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.

Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA
  • BUDAYA
  • EDITORIAL
  • LIFE STYLE
  • LIPUTAN KHUSUS
  • MAHASISWA MENULIS
  • OPINI
  • SPECIAL
  • SYARIAH
  • WISATA

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.