Laporan Nukman Suryadi Angkat
ACEHTREND.COM, Subulussalam -Kondisi defisitnya keuangan daerah, serta membengkaknya utang Pemko Subulussalam, berhulu ketika Merah Sakti masih sebagai pemimpin di daerah tersebut.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Salbunis. Ia menjelaskan persoalan yang terjadi saat ini merupakan warisan Merah Sakti.
“Untuk saat ini apa yang dikatakan Pak Merah Sakti hampir benar, namun, ini hasil dari peninggalan pemerintahan yang lalu,” ucapnya kepada aceHTrend, kemarin, Jumat (5/3/2021).
Salbunis menguraikan bahwa pada tahun 2018 Subulusalam mengalami defisit sebesar Rp54 miliar. Kemudian di akhir masa jabatan Merah Sakti tepatnya pada Mei 2019 juga meninggalkan defisit Rp32 miliar. Selanjutnya, pemerintah yang baru menambah sekitar Rp10 miliar untuk keperluan yang sifatnya mendesak, alhasil defisit bertambah menjadi Rp42 miliar.
Adapun kondisi keuangan daerah yang terjadi hari ini, kata Salbunis, berkaitan dengan situasi pandemi COVID-19, yakni sepanjang tahun 2020 yang berakibat terjadinya pemangkasan anggaran untuk kepentingan penanganan covid-19.
Dana Alokasi Umum (DAU) yang semula Rp29 miliar per bulan merosot menjadi Rp24 miliar. Dana Alokasi Khusus (DAK) di Satuan Kerja Perangkat Kota (SKPK) dipotong, kecuali anggaran yang tersedia di Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan.
Dampak lain juga terjadinya pemangkasan anggaran di tubuh SKPK. Menyusul anggaran yang bersumber dari dana Otonomi Khusus (Otsus) berkurang dari Rp82 miliar menjadi Rp54 miliar.
“Sehingga anggaran 2020 banyak terserap untuk defisit 2019. Sementara anggaran 2020 pun terpangkas karena pandemi. Jadi defisit 2020 menjadi Rp86 miliar berdasarkan hasil review Inspektorat. Yang saya sebutkan ini adalah secara garis besar, untuk detailnya dapat meminta penjelasan kepada Sekda selaku Ketua TAPK,” jelas Salbunis.
Sementara itu, mengenai besaran utang daerah yang diungkapkan Merah Sakti sebanyak Rp94 miliar, Salbunis menyebutkan bahwa setelah diajukan ke Inspektorat untuk di-review susut menjadi Rp86 miliar.
“94 miliar yang kami ajukan ke Inspektorat untuk di-review, kalau saya tak salah ada beberapa paket yang diragukan oleh Inspektorat sehingga menjadi Rp86 miliar,” terangnya.
Dalam hal ini, Kepala BPKD Subulussalam ini menerangkan bahwa beda cara BPKD dengan Inspektorat, di mana BPKD hanya melihat surat pernyataan tanggung jawab mutlak yang ditandatangani pada dokumen surat perintah membayar (SPM). Sementara Inspektorat harus lengkap dengan kontraknya, bisathico (Bst), provisional hand over (PHO) dan lainnya baru diakui oleh pihak Inspektorat sebagai utang.[]
Baca juga: Utang Daerah Membengkak, Merah Sakti Sorot Kinerja Bintang-Salmaza